Makalah Konsep Prespektif Pendidikan Hasyim Asy'ari

KONSEP PRESPEKTIF PENDIDIKAN HASYIM ASY’ARI

MAKALAH


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Islam yang diampu oleh Bapak Dr. Siswanto






Disusun Oleh:

Safani Intan Rosalina          (18381032152)




PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

JURUSAN TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 

2019




BAB I

PEDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Berbicara soal pendidikan di Indonesia, perlu melihat sejarah pendidikan di Indonesia sendiri, sejak awal adanya kegiatan kependidikan hingga pada masa untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan. Orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan, maka tentu tidak terlepas dari pola pandangan mereka dalam bidang tersebut. Kaitannya, demi mengembangkan dan memajukan kualitas maupun orientasi pendidikan di Indonesia, kita juga perlu memiliki prinsip dalam mengelola sub-sub sistem pendidikan di dalamnya. Walau bagaimanapun, prinsip tersebut tidak serta merta sepenuhnya muncul dalam pandangan seseorang saja, akan tetapi kita perlu mengumpulkan, memandang, dan menganalisis beberapa pandangan para tokoh pendidikan, agar tercapai atau mendekati kesempurnaan.

Banyak pemikiran para tokoh pendidikan di dunia, bahkan dari Indonesia sendiri, yang menjadi acuan bagi para praktisi pendidikan di Indonesia, baik pendidikan di bidang umum maupun agama, khususnya agama Islam. Salah satu dari beberapa tokoh agama Islam yang terkemuka di Indonesia ialah K.H. Hasyim Asy’ari, yang mana pemikirannya tentang pendidikan menjadi pandangan banyak pendidik di Indonesia.

Kyai Hasyim sendiri juga seorang pendidik profesional yang terkenal dengan ilmunya, kharismanya, dan lembaga pendidikan Islam yang didirikannya, Pesantren Tebuireng, Jawa Timur. Dari pemikirannya yang tertulis dalam kitab karangannya berjudul “Adab al-Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ila al-Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limi”, berisi tentang konsep pendidikan yang banyak ditekankan pada etika dalam pendidikan. Ini sekaligus menjadi nasihat dari beliau kepada orang-orang yang berhubungan dengan pendidikan. 

  1. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana biografi KH. Hayim Asy’ari?

  2. Bagaimana tujuan pendidikan KH. Hasyim Asy’ari?

  3. Bagaimana kurikulum pendidikan?

  4. Bagaimana Karya-karya Tulis KH. Hasyim Asy’ari?

  5. Bagaimana karakter murid terhadap guru perspektif K.H Hasyim Asy’ari?

  6. Bagaimana etika seorang guru terhadap murid?

  1. Tujuan

  1. Untuk mengetahui biografi KH. Hasyim Asy’ari

  2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan Hasyim Asy’ari

  3. Untuk mengetahui kurikulum pendidikan

  4. Untuk mengetahuai karya-karya tulis KH. Hasyim Asy’ari

  5. Untuk mengetahui karakter murid terhadap guru perspektif KH. Hasyim Asy’ari

  6. Untuk mengetahui etika seorang guru terhadap murid

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Biografi Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari lahir tanggal 24 Februari 1871 M bertepatan pada tanggal 24 Dzulhijjah 1287 H di desa gedang Jombang, Jawa Timur. Hasyim Asy’ari menghabiskan sebagian masa kecilnya di lingkungan santri.Ibunya bernama Halimah bin K Usman.Ayahnya, Kiai Asy’ari berasal dari Demak, Jawa Tengah, memiliki sebuah pesantren besar. Ayahnya adalah keturunan ke delapan dari penguasa kerajaan islam Demak, Jaka Tinggir, Sultan Pajang pada tahun 1568, yang merupakan putra Brawijaya VI, penguasa Majapahit pada seperempat pertama abad VXI di Jawa.

KH.Hasyim adalah putra ketiga dari sebelas bersaudara. Semasa hidupnya kiai Hasyim pernah menikah dengan empat perempuan, yaitu Nyai Khadijah binti Kiai Ya’qub (sidoarjo), Nafishah binti Kiai Rohmli (Kediri), Nyai Nafiqah binti Kiai Ilyas (Madiun), dan Nyai Masrurah binti Kiai Hasan Muchyi (Kediri). Namun keempatnya bukan dipoligami, tetapi kiai Hasyim menikah lagi setelah berstatus duda.

Sebagimana santri lain pada masanya, hasyim Asy’ari menegangnya pendidikan pesantren sejak usia dini. Sebelum dia berumur 6 tahun, Kiai Usman (kakeknya) yang merawat. Hingga mencapai usianya 15 tahun, ayahnya memberinya dasar-dasar islam, khususnya membaca dan menghafalkan al-Qur’an. Jenjang pendidikan selanjutkan ditempuh di berbagai pesantren. Pada awalnya, ia menjadi santri di Pesantren Wonokojo di Probolinggo, kemudian pindah ke pesantren Langitan, Tuban. Selanjutnya, ia menimba ilmu di Bangkalan, dia belajar ke mekkah, ia sempat nyantri di pesantren Siwalan panji, Sidoarjo.Pada pesantren yang terakhir inilah ia dijadikan menatu oleh kiai Ya’qub, pengasuh pesantren tersebut.

Ia juga pernah belajar di Mekkah selama 7 tahun, dan berguru  pada senjumlah ulama, diantaranya Syaikh Ahmad Amin al-Aththar, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Alawi ibn Hasan al-Aththar, Syaikh Sayyid yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas maliki, dan sebagainya.

Pada tahun 1899/1990, ia kembali ke indonesia dan mengajar di pesantren ayahnya, baru kemudian mendirinkan pesantren sendiri di sekitar daerah cukir, Pesantren tebu Ireng, pada tanggal 6 Februari 1906. Di Pesantren inilah HasyimAsy’ari banyak melakukan aktivitas kemanusian sehingga ia tidak hanya berperan sebagai pimpinan pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat secara informal.

Aktivitas Hasyim Asy’ari telah di bidang sosial lainnya adalah mendirikan Organisasi Nahdlatul Ulama’, bersama dengan ulama besar di Jawa lainnya, seperti Syekh Abdul Wahab dan Syekh Bishri Syansuri, pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H. Memang pada awalnya, organisasi ini dikembangkan untuk merespon wacana Khilafah dan gerakan purifikasi yang ketika itu dikembangannya organisasi itu melakukan rekonstruksi sosial keagamaan yang lebih umum.

  1. Tujuan PendidikanKH. Hasyim Asy’ari

Dalam pemikiran Kyai Hasyim tentang ilmu dalam prespektif pendidikan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan good man yang penuh dengan pemahaman secara benar dan sempurna terhadap ajaran-ajaran islam serta mampu mengektualisasikan dalam kehidupan sehari-harinya secara konsisten.

Dalam kitab Adab al-Alim wal Al-Muta’alim, KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan tujuan pendidikan yang Pertama, membentuk insan paripurna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, adalah membentuk insan paripurna yang mendapatkan dunia dan akhirat.

Tujuan ini mampu direalisasikan jika siswa mampu terlebih dahulu mendekatkan diri (muraqabah) kepada tuhan dan ketika berproses dalam pendidikan, dirinya harus steril dari unsur-unsur materalisme, seperti kekayaan, jabatan, popularitas, dan sebagainya. Oleh karena itu, ketika siswa melakukan kesalahan, maka menjadi kewajiban guru untuk melakukan koreksi terhadap kesalahan tersebut. kepada siswa yang belum mengetahui tentang suatu perbuatan itu sendiri, maka guru harus mampu menolongnya agar siswa memperoleh pemahaman yang benar.

  1. Kurikulum Pendidikan

KH. Hasyim Asy’ari adalah pembuka jembatan harmonisasi tradisionalisme salafisme pesantren dengan dunia modern. Ada tiga basis utama kultur pesantren, diantaranya sebagai berikut. Pertama,Tradisionalisme, dalam konteks pesantren yang dipahami sebagai upaya mencontohkan tauladan yang dilakukan para ulama salaf yang masih murni dalam menjalankan ajaran islam agar terhindar dari bid’ah, khurafat, takhayul, serta  klenik. Hal ini kemudian lebih dikenal dengan gerakan salaf, yaitu gerakan dari orang-orang terdahulu yang ingin kembali kepada al-Qur’an dan hadist.

Kurikulum pesantren dalam hal ini pesantren  “salaf” yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal, hanya mempelajari agama, bersumber pada kitab-kitab klasik yang meliputi bidang-bidang studi: Tauhid, tasfir,Hadist, Fiqh, Ushul Fiqh, Tashawuf, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaqah, dan Tajwid), Mantiq, dan Akhlak, yang semuanya dapat digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu: 1) kitab dasar, 2) kitab menengah, 3)kitab besar.

Dan yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari sesuai dengan pada pasal 37 UU No. Tahun 1989 tersebut dinyatakan bahwa:

Kurikulum disusun mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing suatu pendidikan.

  1. Karya-karya tulis KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari dalam kesehariannya tidak hanya disibukkan dengan mengajar saja ada aktivitas sosial lainnya saja, akan tetapi menurut Mastuki HS, KH. Hasyim Asy’ari juga banyak menyumbangkan hal yang beharga bagi pengembangan peradaban, di antara lainnya adalah sejumlah literatur yang berhasil ditulis.

Karya-karya tulis KH. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah sebagai berikut: 

  1. Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, (Berisiuraian tentang tata cara pencarian ilmu, proses belajar mengajar yang berkaitan dengan akhlak urid danguru dan berbagai aspek yang melingkupinya.

  2. Al-Ziyadah al-Ta’liqa, (berisi jawaban terhadap Syekh Abdullah bin Yasin dari menghina NU).

  3. Al-Tanbihat al-Wajibat li man Yasna’ al-Maulida biAlmungkarat.

  4. Al-Risalah al Jami’ah. (Yang berisi tentang uraian keadaan orang mati dan tanda-tanda hari kiamat dan penjelasan tentang sunnah dan bid’ah)

  5. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin (Berisi tentang arti cinta kepada Rasulullah dan hal-hal yang berkaitan dengan tersebut)

  6.  Hasyiah ala fathi al-Rahman bi al-Syarh al-Risalah al-Wali rislan Syekh al-Islam Zakariya al-Ansori, 

  7. Al-Tibyan fi al-Nahyi an-Muqata’ati al-Irhami waalAqoribi waal- Ihkwan, (berisi tentang uraian pencegahan terhadap silaturrrahmi, baik dengan tetangga dekat ataupun dengan sahabat-sahabatnya), 

  8. Al-Risalah al-Tauhidiyyah (Naskah kecil ini, berisi tentang uraian mengenai penjelasan aqidah bagi Ahlusunnah wa-al-jamaah), 

  9. Al-Qala’id fi Bayani ma yajibu min Al-Aqoid.

  1. Karakter Murid Terhadap Guru Perspektif K.H Hasyim Asy’ari

Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan sebuah ilmu dan kemanfaatan dari ilmu tersebut, terkecuali dengan mengagungkan ilmu itu, ahli ilmu serta juga harus mengagungkan guru (M. Fathu Lillah, Terjemahan Ta’lim al-Muta’allim, 120-122). Oleh karena itu, murid hendaknya tidak boleh sombong terhadap orang yang berilmu dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap guru, tetapi harus tawadhu‟ dan mematuhi semua nasehat guru, sehingga ilmu yang disampaikan oleh guru akan mudah diterima dan mempunyai “berkah”(Arief, 2004: 247).

Pemikiran Kiai Hasyim Asy’ari tentang karakter yang harus dimiliki murid terhadap guru yang ditawarkan dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’alim lebih ditekankan kepada, yaitu: 

a. Bersikap tawadhu’

Tawadhu’ merupakan sikap rendah hati, tidak menganggap dirinya melebihi dari orang lain, dan tidak menonjolkan dirinya sendiri, yang mana sikap ini perlu dimiliki oleh setiap murid. Oleh karena itu, murid hendaknya tidak boleh sombong terhadap orang yang berilmu dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap guru, bahkan ia harus menyerahkan seluruh urusannya serta mematuhi semua nasehat guru, seperti orang sakit yang bodoh mematuhi nasehat dokter yang penuh kasih sayang.

Dari itu, Kiai Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’alim, menganjurkan kepada setiap murid untuk senantiasa bersikap tawadhu‟ terhadap seorang guru misalnya ketika guru menjelaskan pelajaran, murid harus mendengarkannya biarpun dia sudah paham, dan tidak boleh meremehkan guru biarpun kapasitas keilmuannya lebih rendah dari seorang murid karena ilmu yang diperoleh dari seorang guru akan bermanfaat dan berkah. Jika pelajar menyakiti hati seorang guru, maka keberkahan ilmu baginya akan tertutup dan hanya akan memperoleh manfaat sedikit dari ilmu yang dikajinya.

b. Menghormati guru 

Rasa hormat merupakan representasi atas keberadaan orang lain tanpa memedulikan predikat yang melekat pada diri orang tersebut. Rasa hormat tetap diperlukan meskipun orang yang kita hormati berada di bawa kita secara predikat.

Oleh karena itu, Kiai Hasyim Asyari dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’alim, menganjurkan kepada seorang murid untuk senantiasa menghormati guru misalnya ketika berbicara kepada guru, murid harus menggunakan bahasa yang sopan, tidak boleh memanggil guru dengan nama aslinya tetapi harus dengan sapaan “Wahai Bapak atau Wahai Ustadz”, tidak boleh meremehkan guru biarpun kapasitas keilmuannya lebih rendah dari seorang murid, berkeyakinan bahwa guru telah mencapai derajat yang sempurna, ketika guru menjelaskan pelajaran, murid harus mendengarkannya biarpun dia sudah paham, dan menghormati anak-cucunya, menghormati keluarga guru maupun orang-orang yang dikasihi guru, dan murid tidak boleh meminta waktu khusus kepada guru untuk dirinya sendiri tanpa ada orang lain, meskipun murid berstatus pemimpin atau pembesar, hal itu termasuk sikap sombong dan tidak menghormati terhadap guru, karena suatu ilmu yang dikajinya bisa diperoleh hanya dengan menghormati sang guru.

c. Berperilaku sabar 

Sabar menjadi salah satu yang terpenting dalam proses mencari ilmu. Karena dalam mencari ilmu sudah pasti akan ada cobaan, baik dalam bentuk fisik maupun material. Sehingga dalam pembelajar dibutuhkan fisik yang kuat dan juga bekal yang cukup.Oleh karena itu, Kiai Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adabul Alim Wal Muta‟alim, menganjurkan kepada murid untuk senantiasa berperilaku sabar dalam segala hal, seperti murid harus bersabar terhadap buruknya akhlak seorang guru, bahkan dia harus menafsiri dengan sebaik-baiknya terhadap perbuatan-perbuatan guru yang merupakan sikap aslinya dengan menganggap bahwa perbuatan tersebut bukanlah perilaku guru yang sebenarnya, ketika guru bersikap kasar kepada murid, maka hendaknya murid yang memulai minta maaf, mengaku salah dan memohon keridhaan seorang guru, karena hal itu dapat mengantarkan kepada keberhasilan sebuah ilmu.

  1. Etika Seorang Guru Terhadap Murid

Dalam kitab Adab al-alim wa al-Muta’alim karangan KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa etika guru terhadap muridnya. KH. Hasyim Asy’ari menawarkan empat belas macam, yaitu:

1. Meniatkan mengajarkan semata-mata karena Allah, untuk menyebarkan ilmu dan menghidupkan syari’at islam.

2. Bersikap zuhud dengan menghindari ketidak ihklasan dan mengejar keduniaan.

3. Mencintai murid-muridnya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

4. Mengajar dengan metode yang mudah dipahami para muridnya.

5. Menjelaskan materi pelajaran dengan sejelas-jelasnya, kalau perlu diulang sampai murid betul-betul paham.

6. Tidak membebani murid di luar kemampuan yang dapat menyebabkan dia merasa tertekan (stres). Jika mendapati murid yang demikian harus segera dibantu menemukan jalan keluar.

7. Sesekali meminta murid untuk mengulangi hafalan atau pelajaran yang telah lalu.

8. Tidak bersikap pilih kasih, meskipun terhadap murid yang memiliki kelebihan sekalipun. Guru cukup memberikan respek kepada murid yang memiliki kelebihan tanpa harus mengistimewakan diantara murid lainnya.

9. Selalu memperhatikan absensi presensi murid, mengetahui nama-namanya, nasabnya, dan daerah asalnya seraya selalu mendoakan demi kebaikannya, memperhatikan akhlak lahir dan batin, memperingatkan murid yang kedapatan melanggar larangan agama. Jika memang sudah diperingatkan tidak berubah, tidak ada salahnya kalau murid tersebut diusir.

10. Hendaklah guru memiliki perangai yang baik, seperti selalu menebarkan salam, bertutur kata yang lembut dan santun.

11. Membantu siswa mengatasi kesulitan, baik dengan pengaruh maupun dengan hartanya.

12. Jika terdapat siswa yang absen, atau justru jumlahnya bertambah dari kebiasaan, maka hendaknya diklarifikasi keberadaanya dan keadaanya.

13. Mempunyai sikap tawadhu’ terhadap muridnya.

14. Berbicara kepada setiap murid, tak terkecuali kepada murid yang memiliki kelebihan, memanggil mereka dengan sebutan yang baik, menunjukkan sikap yang ramah ketika bertemu dengan muridnya, menghormati ketika seorang murid duduk bersamanya, dan menjawa pertanyaan denagn senang hati dan memuaskan.











BAB III

PENUTUP


  1. Kesimpulan

KH. Hasyim Asy’ari lahir tanggal 24 Februari 1871 M bertepatan pada tanggal 24 Dzulhijjah 1287 H di desa gedang Jombang, Jawa Timur. Hasyim Asy’ari menghabiskan sebagian masa kecilnya di lingkungan santri.Ibunya bernama Halimah bin K Usman. Ayahnya, Kiai Asy’ari berasal dari Demak, Jawa Tengah, memiliki sebuah pesantren besar. Ayahnya adalah keturunan ke delapan dari penguasa kerajaan islam Demak, Jaka Tinggir, Sultan Pajang pada tahun 1568, yang merupakan putra Brawijaya VI, penguasa Majapahit pada seperempat pertama abad VXI di Jawa.

Dalam kitab Adab al-Alim wal Al-Muta’alim, KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan tujuan pendidikan yang Pertama, membentuk insan paipurna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, adalah membentuk insan paripurna yang mendapatkan dunia dan akhirat

Dan yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari sesuai dengan pada pasal 37 UU No. Tahun 1989 tersebut dinyatakan bahwa:

Kurikulum disusun mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing suatu pendidikan.


  1. Saran

Dengan mengetahui konsep prespektif pendidikan yang ditulis oleh KH. Hasyim Asy’ari, gurudapat menyampaikan materi dengan baik dan benar serta dengan etika yang sesuai bagi seorang guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Konsep perspektif pendidikan yang ditawarkan Hasyim Asy’ari telah memberi petunjuk bagi seorang guru dan murd. Bukunya bisa djadikan pedoman siswa dengan beretika baik layaknya seorang murd dlam menuntut ilmu Allah sehingga mendaptkan ilmu yang bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA


Amiruddin, Muhammad Faiz.,Konsep Pendidikan Islam Menurut KH.Hasyim Asy’ari , http://ejournal.stisfakediri.ac.id/index.php/derasah/article/download/3/1 pada tanggal 9 November 2019

Bahri, Masykuri and Masdar Hilmy. Dinamika Pendidikan Islam. Malang: Madani, 2016.

Hakim, Lukman. Konsep Pndidikan Karakter Perspektif KH. HasyimAsy’ariStudi Adhul’alim wal Muta’alim,http://ejournal.iainkendari.ac.id/al-munzir/article/download/1124/888 pada tanggal  09 November  2019

Mukani. Toleransi Prespektif KH.M.Hasyim Asy’ari dan Peran Pendidikan Islam sebagai Upaya Deradikalisasi di ‎Indonesia,http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/murabbi/article/download/3130/2354/ pada tanggal 09 November 2019

Riyadi, Ahmad Ali. Islam& Logika Modern. Jogjakarta: AR-RUZZMEDIA, 2008.

Siswanto. Pendidikan Islam dalam Perspekif Filosof. Madura: Keben Perdana Malang, 2009.

Zahra, Fatimatus. ‎Pemikiran Pendidikan Islam Menuut KH. Hasyi m Asy’ari, http://etheses.uin-malang.ac.id/5042/1/10110267.pdf pada tanggal 09 November 2019


Comments

Popular posts from this blog

Makalah Strategi bersaing dalam berwirausaha

Makalah Al-'adat Al-Muhakkamah

Makalah PANDANGAN HIDUP , TANGGUNG JAWAB , DAN HARAPAN MANUSIA